M.Ar.Rakhman Putra Blog

Astra International Daihatsu – Sunter

#Tugas Softskill Etika Bisnis – Prinsip Etis Dalam Bisnis

leave a comment »

PRINSIP ETIS DALAM BERBISNIS
NAMA               :         M. Ar. Rakhman Putra
NPM                   :         16209770
KELAS               :         4 EA 16
DOSEN              :          SRI MURTIASIH
MATKUL          :         #SOFTSKILL ETIKA BISNIS
Perkembangan bisnis saat ini telah memasuki era globalisasi, dimana terjadi pergerakan komoditas, modal, dan juga manusia yang seolah tanpa batas menembus ke segala penjuru dunia. Modal paling utama dalam bisnis adalah nama dan kepercayaan. Ukuran etika dan sopan santun dalam dunia bisnis sangatlah keras, kalaulah ada pengusaha yang melanggar etika, mereka lebih banyak mendapat hukuman dari masyarakat, dibandingkan dari pemerintah. Karena pada dasarnya juga masyarakat bisnis itu punya jaringan tersendiri, yang sangat luas dan efektif, sehingga setiap pengusaha yang berbuat curang atau tidak etis, maka namanya akan segera tersiar, hal itu tentunya akan merusak nama baiknya sendiri. Etika bisnis itu tidak hanya terlihat dalam hubungan antara pengusaha saja, namun juga terkait hubungan dengan pemerintah dan tentunya masyarakat. Walaupun sejauh ini ukuran etis atau tidak etisnya praktik perusahaan dalam masyarakat masih susah diukur, namun paling tidak kita bisa kembalikan ke hati nurani pengusaha itu sendiri.
Terdapat beberapa alasan yang menjadikan etika bisnis menjadi sedemikian pentingnya (Faisal Afiff, 2003):
(1) Ada kelaziman masyarakat yang sudah maju untuk cenderung menuntut para pebisnisnya agar mampu bertindak etis, atau masyarakat pada umumnya mengharapkan kinerja etik yang tinggi. Suatu perusahaan yang memiliki kinerja etik yang tinggi akan mendapat dukungan dan pembenaran dari masyarakat.
(2) Untuk menghindari kerugian kelompok kepentingan dalam masyarakat. seperti para pelanggan, perantara, pemasok dan pesaing.
(3) Untuk   melindungi   atmosfir   berbisnis   dari   kemungkinan   tumbu suburnya perilaku tidak etis, baik dari karyawan (lingkungan internal) maupun dari para pesaing (lingkungan eksternal).
(4)   Untuk melindungi masyarakat yang akan bekerja di sektor bisnis dari ancaman lingkungan kerja yang tidak adil, produk berbahaya, dan bahkan pemalsuan laporan keuangan dan juga memberikan kontribusi pada ketenangan,  keamanan dan kenyamanan  psikologis bagi  para pebisnis   agar   mampu   berkiprah   melakukan   tindakan   bisnis yang konsisten sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
(5)   Umumnya orang menginginkan akan bertindak konsisten dengan pandangan hidupnya, menyangkut nilai-nilai kebaikan dan keburukan perilaku dirinya. Sesuatu yang dipaksakan dan beitentangan dengan nilai pribadinya, lazimnya akan melahirkan sumber konflik batin dan stress emosional yang besar.
Munculnya kasus-kasus yang melahirkan problematik etika bisnis bisa beragam sifatnya, seperti adanya kepentingan pribadi yang berseberangan dengan kepentingan orang lain, hadirnya tekanan persaingan dalam meraih keuntungan yang melahirkan konflik perusahaan dengan pesaingnya, munculnya pertentangan antara tujuan perusahaan dengan nilai-nilai pribadi yang melahirkan pertentangan antara kepentingan atasan dan bawahannya akibat adanya mentalitas pebisnis yang otoriter.
Terjadinya krisis multi dimensional beberapa tahun terakhir menjadi­kan etika bisnis sebagai sorotan dan perhatian dari masyarakat dan para pengamat. Tuntutan masyarakat akan etika dan tolok ukur etika meningkat. hal ini disebabkan pula oleh pengungkapan dan publikasi, kepedulian publik, regulasi pemerintah, kesadaran CEO akan etika dan profesionalisme bisnis meningkat Ferdy (1998) mengutip Cassese menyebutkan bebcrapa alasan perusahaan yang mempunyai orientasi laba menaruh perhatian pada etika bisnis.
(1)       Tekanan dari konsumen.
(2)       Persaingan.
(3)       Perubahan nilai sosial.
(4)        Munculnya beberapa kasus yang menyebabkan ambruknya reputasi
perusahaan atau individu akibat tindakan yang tidak etis.
Jauhnya sentuhan etika atas bisnis disebabkan oleh terlalu terfokusnya perhatian, tanggung jawab dan kewajiban para pelaku bisnis dan manajer untuk memperoleh keuntungan sebesar-besaraya. Usaha untuk meraih keuntungan telah menenggelamkan dan mengubur kesadaran moral para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik dan etis, terlepas dari kenyataan bahwa masih banyak juga pelaku bisnis yang tetap punya kepekaan terhadap kesadaran moral.
Tingkat urgensi perilaku etis bagi perusahaan sangat menentukan, karena dalam jangka panjang bila perusahaan tidak concern dengan perilaku etis dalam bisnis maka kelangsungan hidupnya akan terganggu. Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keun­tungan sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis, segala kompetensi, ketrampilan, keahlian, potensi, dan modal lainnya ditujukan sepenuhnya untuk memenangkan kompetisi. Dalam jangka pendek mungkin akan meningkatkan keuntungan perusahaan, akan tetapi untuk jangka panjang akan merugikan perusahaan itu sendiri akibat hilangnya kepercayaan pelanggan/konsumen terhadap perusahaan tersebut (Bertens, 1995), karena kepercayaan merupakan salah satu unsur keutamaan yang sangat vital dalam aktivitas bisnis. Tanpa ada kepercayaan tidak akan ada transakasi dan kemitraan. Penyimpangan atau pelanggaran etika akan mengundang sangsi dari masyarakat bisnis. Bentuknya bisa ditinggalkan konsumen dan relasi, dikomplain langsung, via telepon atau surat pembaca, dan sebagainya. Akibatnya nama baik akan hancur, sehingga konsumen akan berkurang, dan bisnis menjadi terhambat.
Pelanggaran etika bisnis memang banyak dilakukan, namun kita harus selalu mengupayakan untuk menggalakkan etika bisnis, paling tidak kita bisa memulai dari pemimpin perusahaan, karena dialah panutan bagi karyawannya. Perilaku etis atau tidak etis dalam perusahaan dikendalikan secara eksplisit maupun implisit oleh budaya perusahaan yang ada. Disini pelatihan etika menjadi aspek penting dari pengendalian perilaku karyawan, karena dalam pelatihan tersebut dapat diberikan pedoman mengenai peraturan dan kebijakan perusahaan, serta perilaku yang dianggap baik atau buruk dalam berbagai situasi.
2.2  Prinsip dalam Berbisnis
Secara umum, prinsip-prinsip yang dipakai dalam bisnis tidak akan pernah lepas dari kehidupan keseharian kita. Namun prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah implementasi dari prinsip etika pada umumnya.
2.2.1 Prinsip Otonomi
Orang bisnis yang otonom sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis. la akan sadar dengan tidak begitu saja mengikuti saja norma dan nilai moral yang ada, namun juga melakukan sesuatu karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik, karena semuanya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan secara masak-masak. Dalam kaitan ini salah satu contohnya perusahaan memiliki kewajiban terhadap para pelanggan, diantaranya adalah:
(1)       Memberikan produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuai dengan tuntutan mereka;
(2)       Memperlakukan pelanggan secara adil dalam semua transaksi, termasuk pelayanan yang tinggi dan memperbaiki ketidakpuasan mereka;
(3)    Membuat setiap usaha menjamin mengenai kesehatan dan keselamatan pelanggan, demikian juga kualitas Iingkungan mereka, akan dijaga kelangsungannyadan ditingkatkan terhadap produk  dan  jasa perusahaan;
(4)       Perusahaan harus menghormati martabat manusia dalam menawarkan, memasarkan dan mengiklankan produk.
Untuk bertindak otonom, diandaikan ada kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan yang menurutnya terbaik. karena kebebasan adalah unsur hakiki dari prinsip otonomi ini. Dalam etika, kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis, walaupun kebebasan belum menjamin bahwa seseorang bertindak secara otonom dan etis. Unsur lainnya dari prinsip otonomi adalah tanggungjawab, karena selain sadar akan kewajibannya dan bebas dalam mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan apa yang dianggap baik, otonom juga harus bisa mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya (di sinilah dimung-kinkan adanya pertimbangan moral). Kesediaan bertanggungjawab merupakan ciri khas dari makhluk bermoral, dan tanggungjawab disini adalah tanggung jawab pada diri kita sendiri dan juga tentunya pada stakeholder.
2.2.2    Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak ada kejujuran, karena kejujuran merupakan modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari mitra bisnis-nya, baik berupa kepercayaan komersial, material, maupun moril. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang berkaitan dengan kejujuran:
1.            Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Pelaku bisnis disini secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak jujur melaksanakan janjinya. Karena jika salah satu pihak melanggar, maka tidak mungkin lagi pihak yang dicuranginya mau bekerjasama lagi, dan pihak pengusaha lainnya akan tahu dan tentunya malas berbisnis dengan pihak yang bertindak curang tersebut.
2.            Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang baik. Kepercayaan konsumen adalah prinsip pokok dalam berbisnis. Karena jika ada konsumen yang merasa tertipu, tentunya hal tersebut akan rnenyebar yang menyebabkan konsumen tersebut beralih ke produk lain.
3.            Kejujuran relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu   antara   pemberi    kerja   dan   pekerja, dan berkait dengan kepercayaan. Perusahaan akan hancur jika kejujuran karyawan ataupun atasannya tidak terjaga.
2.2.3    Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Keadilan berarti tidak ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Salah satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah:
1.            Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat  dengan negara. Semua  pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yangsama sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut agar  Negara bersikap netral dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi, negara menjamin kegiatan bisnis yang sehat dan baik dengan mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku secara sama bagi semua pelaku bisnis.
2.            Keadilan komunitatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yang lain. Keadilan ini menyangkut hubungan vertikal antara negara dan warga negara, dan hubungan horizontal antar warga negara. Dalam bisnis keadilan ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak yang terlibat.
3.            Keadilan distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam dunia bisnis keadilan ini   berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan   dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
2.2.4   Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling mengun­tungkan satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa melahirkan suatu win-win situation.
2.2.5    Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menyarankan dalam berbisnis selayaknya dijalankan dengan tetap menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaan.
Dari kelima prinsip yang tentulah dipaparkan di atas, menurut Adam Smith, prinsip keadilanlah yang merupakan prinsip yang paling penting dalam berbisnis. Prinsip ini menjadi dasardan jiwa dari semua aturan bisnis, walaupun prinsip lainnya juga tidak akan terabaikan. Karena menurut Adam Smith, dalam prinsip keadilan khususnya keadilan komutatif berupa no harm, bahwa sampai tingkat tertentu, prinsip ini telah mengandung semua prinsip etika bisnis lainnya. Karena orang yang jujur tidak akan merugikan orang lain, orang yang mau saling menguntungkan dengan pibak Iain, dan bertanggungjawab untuk tidak merugikan orang lain tanpa alasan yang diterima dan masuk akal.
Sedangkan Velasques (2005) menyebutkan ada empat prinsip yang dipakai dalam berbisnis, yaitu:
(1)  Utilitarianisme
Prinsip ini menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu dievaluasi berdasarkan keuntungan dan biaya yang dibebankan kepada masyara-kat. Sebuah prinsip moral yang mengklaim bahwa sesuatu dianggap benar apabila mampu menekan biaya sosial dan memberikan keuntung­an sosial yang lebih besar.
(2)  Hak
Hak merupakan sebuah sarana atau cara yang penting dan bertujuan agar memungkinkan individu untuk memilih dengan bebas apapun kepentingan atau aktivitas mereka dan melindungi pilihan-pilihan mereka. Hak kebebasan dan kesejahteraan orang lain harus dihormati. Hak-hak moral semacam ini memiliki tiga karakteristik penting yang memberikan fungsi pemungkinan dan perlindungan, pertama: hak moral sangat erat kaitannya dengan kewajiban, dimana kewajiban secara umum merupakan sisi lain dari hak moral; kedua: hak moral membe­rikan otonomi dan kesetaraan bagi individu dalam mencari kepentingan-kepentingan mereka; ketiga: hak moral memberikan dasar untuk membenarkan tindakan yang dilakukan seseorang dan untuk melindungi orang lain.
(3)  Keadilan
Mengidentifikasi cara-cara yang adil dalam mendistribusikan keuntung­an dan beban pada para anggota masyarakat. Biasanya masalah keadilan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: keadilan distribute rberkaitan dengan distribusi yang adil atas keuntungan dan beban dalam masyara­kat) dan keadilan retributif (pemberlakuan yang adil pada pihak-pihak yang melakukan kesalahan); keadilan kompensatif (cara yang adil dalam memberikan kompensasi pada seseorang atas kerugian yang mereka alami akibat perbuatan orang lain).
(4)  Perhatian (Caring)
Pandangan ini menekankan bahwa kita mempunyai kewajiban untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan orang-orang yang ada di sekitar kita, terutama yang mempunyai hubungan ketergantungan.


Sumber :

http://apriyantihusain.blogspot.com/2012/04/prinsip-etis-dalam-berbisnis.html

Written by Rakhman Astra Daihatsu Sunter

November 30, 2012 at 6:53 pm

Posted in Uncategorized

Leave a comment